Publik Australia terbagi dua soal apakah Perdana Menteri Tony Abbott harus menandatangani kode etik spionase atau tidak. Kode etik ini diajukan oleh Presiden SBY kemarin untuk menormalisasi hubungan kedua negara.
Kode etik dan protokol itu berisi komitmen RI-Australia untuk tidak melakukan apapun yang dapat membahayakan hubungan kedua negara. Dalam survei yang digelar Sydney Morning Herald kemarin, hanya setengah dari publik Australia yang mendukung pemerintah menandatanganinya.
Sebanyak 51 persen pembaca SMH yang mendukung agar rezim Pemerintahan Tony Abbott segera membahas mengenai kode etik dan protokol tersebut. Sementara yang menolak, angkanya cukup besar yakni 49 persen.
Abbott sendiri menyambut baik usulan Presiden SBY untuk memperbaiki hubungan kedua negara. Pada Rabu kemarin, Abbott mengatakan ingin kedua negara lebih terbuka satu sama lain.
"Saya kira ini langkah maju yang baik," kata Abbott seperti dilansir The Guardian. Namun Abbott menyatakan butuh waktu lebih untuk mempelajari lagi pernyataan SBY, baru kemudian mengeluarkan pernyataan balasan resmi.
Dia pun mengaku tidak ingin terburu-buru untuk segera meneken kode etik dan protokol yang dituntut oleh Presiden SBY. Abbott malah menyarankan untuk menggelar sebuah dialog sehingga kedua negara dapat duduk bersama dan bersikap terbuka.
Dialog itu diyakini bisa membangun kembali rasa saling percaya antara Jakarta-Canberra. “Hubungan kedua negara memang bergantung kepada kesepakatan yang baik terkait pertukaran informasi intelijen. Saya ingin terus memperdalam dan meneruskan dialog selama beberapa minggu dan bulan ke depan,” kata dia. (Viva)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar