Raja Abdullah dari Arab Saudi beberapa waktu lalu mengumumkan pemberian sumbangan 100 juta dolar kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendirikan sebuah badan untuk memerangi terorisme.
Berita itu mengundang keheranan banyak pihak dan muncul beragam reaksi dari tingkat regional dan internasional.
Raja Abdullah menyeru masyarakat internasional untuk mendukung pusat anti-teror tersebut demi membebaskan dunia dari kekerasan, ekstremisme, dan kejahatan-kejahatan internasional.
"Saya mengumumkan sumbangan dari Kerajaan Arab Saudi sebesar 100 juta dolar untuk mendukung pusat anti-teror dan bekerja di bawah payung PBB," kata Raja Abdullah dalam pidato menandai Idul Fitri pada hari Kamis (8/8).
Saudi menandatangani kesepakatan dengan PBB pada tahun 2011 untuk pembentukan pusat anti-teror itu. Sebelumnya, Riyadh telah menyumbangkan 10 juta dolar untuk pembangunan lembaga di bawah PBB tersebut.
Media-media regional menulis, sikap mendua Arab Saudi dalam menangani isu terorisme tampak jelas dalam kebijakan mereka ketika berurusan dengan Suriah, Bahrain, Yaman, Irak, dan Lebanon.
Bantuan Saudi untuk memerangi terorisme internasional merupakan sebuah paradoks yang harus dijawab oleh para pejabat Riyadh sendiri. Dalam kekacauan dan krisis yang diciptakan Barat di Suriah, bantuan finansial dan persenjataan Saudi mengalir deras ke negara itu untuk menumbangkan pemerintahan konstitusional Bashar al-Assad.
Para pejabat Damaskus telah sering berbicara tentang dukungan Riyadh kepada kelompok teroris di tengah masyarakat dunia dan PBB. Mereka menyeru PBB untuk menindaklanjuti laporan itu.
Demi mendukung sekutunya di Bahrain dan Yaman, rezim Saudi bahkan mengerahkan pasukan untuk membantu menumpas protes damai rakyat yang menuntut hak-hak sah mereka. Intervensi Riyadh di Lebanon dalam proses pembentukan pemerintahan baru di negara itu dan pada akhirnya, dukungan kepada kelompok teroris di Irak adalah bukti dari kebijakan standar ganda rezim Saudi.
Mantan Duta Besar AS untuk Baghdad, Christopher Hill mengatakan Arab Saudi mensponsori kekerasan di Irak dan merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah Baghdad.
Dalam kabel rahasia AS tahun 2009 mengenai hubungan Irak dengan tetangganya, Hill menuturkan, "Saudi merupakan tantangan terbesar dan masalah yang kompleks dalam kaitannya dengan para politisi Irak yang berusaha untuk membentuk pemerintah yang stabil dan mandiri."
Dokumen tersebut menunjukkan bahwa Saudi mendukung konflik sektarian dan menggunakan fatwa para ulama Wahabi untuk membunuh pengikut mazhab lain.
Arab Saudi selalu mendanai operasi-operasi teror di Irak sejak tahun 2003. Selain itu, Saudi pada dekade 1980 mendukung rezim Saddam Hussein untuk menyerang Iran dengan bantuan dana dan militer.
Tak heran jika kebanyakan pengamat politik menganggap Arab Saudi sebagai pendukung utama terorisme dan eksekutor kebijakan Amerika Serikat dan Barat di wilayah Timur Tengah.
Dalam beberapa dekade terakhir, Saudi memainkan peran sebagai penyokong dana terbesar untuk kegiatan Al Qaeda dan beberapa kelompok militan lain.
Menlu AS Hillary Clinton pada tahun 2011, menyebut Arab Saudi sebagai sumber dana bagi gerakan terorisme, seperti Taliban. "Para pendonor di Saudi menyumbang paling banyak bagi teroris di seluruh dunia," kata Clinton.
Dengan memperhatikan fakta-fakta tersebut, dukungan untuk mendirikan pusat anti-teror PBB oleh Arab Saudi lebih tepat disebut sebagai kebijakan memanipulasi opini publik daripada upaya memberantas terorisme. (Irib)
Raja arab saudi antek zionis
BalasHapus