Pemerintah Republik Rakyat Cina sedang merencanakan pembangunan sebuah terusan atau kanal di Kra Isthmus, Thailand sepanjang 100 kilometer yang menghubungkan Laut Cina Selatan, Teluk Thailand dan Samudera India. Negara mana yang akan dirugikan?
Bila kanal itu terwujud, kapal-kapal dari dan menuju pelabuhan-pelabuhan Cina tak perlu lagi melewati Selat Malaka. Rute baru ini diperkirakan mempersingkat perjalanan sejauh 1.000 kilometer.
Laporan China Daily Mail, pelayaran melalui Selat Malaka dua kali lebih berbahaya dari Terusan Suez di Mesir dan empat kali lebih berbahaya dari Terusan Panama di Amerika Latin.
Selain itu, pelayaran melewati Selat Malaka dinilai tidak aman karena kasus pembajakan yang terbilang tinggi, belum lagi sedimentasi yang membuat kedalaman laut berkurang dan rongsokan kapal yang tersebar di banyak titik. Kabut dan kumpulan ikan yang berenang dalam rombongan berukuran besar juga menjadi persoalan lain di kawasan itu.
Pembangunan terusan di Thailand ini lebih mudah dilakukan mengingat Cina telah memiliki hubungan baik tidak hanya dengan Thailand tetapi juga dengan ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.
Nilai perdagangan Cina dengan ASEAN meningkat dari 54,8 miliar dolar AS di tahun 2002 menjadi 443,6 miliar dolar AS di tahun 2013. Dalam periode yang sama investasi China di kawasan itu meningkat menjadi sebesar 100 miliar dolar AS.
Perusahaan plat merah Cina, LiuGong Machinery Co. Ltd dan XCMG serta perusahaan swasta Sany Heavy Industry Co. Ltd akan terlibat dalam pembangunan Terusan Kra Isthmus.
Bukan hanya Cina, jalur ini bisa jadi akan menguntungkan negara-negara industri lain termasuk Jepang dan India. Selain Thailand, Vietnam pun akan menangguk untung. Kota di selatan Vietnam, Can Tho akan menjadi pelabuhan transisi di antara Teluk Thailand dan Laut Cina Selatan.
Bila pembangunan terusan Kra Isthmus ini terwujud, dapat dipastikan rute perjalanan melalui Selat Malaka semakin sepi. Ini juga berarti ikut mengurangi jumlah kapal-kapal bertonase besar yang melewati kepulauan Indonesia.
Sedangkan M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI) berpendapat, dibangunnya 'Terusan Satingpra' di Thailand ini, bukan Indonesia yang akan terancam, namun justru Singapura.
"Mengapa demikian, karena pelabuhan-pelabuhan Singapura bakal sepi pengunjung. Hilir mudik kapal-kapal dari Laut Cina menuju Lautan Hindia cenderung akan melintas melalui Terusan Satingpra daripada via Selat Malaka. Lebih dekat jaraknya," jelas Arief.
Menurutnya, ini merupakan peperangan geopolitik antara Barat cq Amerika, Inggris ditambah Singapura melawan Cina.
"Sebagaimana lazimnya, kemungkinan besar ---tak lama lagi--- seperti kasus (konflik intrastate) Aceh dan Thailand Selatan, wilayah Satingpra niscaya bakal meletus konflik komunal baik sifatnya horizontal maupun vertikal. Skenario besarnya adalah menghambat pembangunan Terusan Satingpra agar secara teknis gagal dengan alasan 'situasi kurang kondusif'. Batal, atau tunda dulu rencana proyek Terusan Satingpra tersebut," ujar Arief lagi.
Namun Arief mempertanyakan, jika benar terjadi konflik komunal di Satingpra, siapa sesungguhnya (pencipta) di belakang konflik?" (GFI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar