Polisi wanita Pakistan Shazadi Gillani ( REUTERS/Zohra Bensemra) |
Bahkan tidak sedikit dari mereka yang perlu menunggu selama bertahun-tahun untuk dapat diterima. Tengok pengalaman polisi wanita bernama Rozia Altaf, seperti dikutip kantor berita Reuters, Minggu 20 Oktober 2013.
Menurut Altaf, untuk dapat bergabung ke korps kepolisian 16 tahun silam, dirinya harus menanti hingga enam tahun lamanya. Bahkan dia sudah mengirimkan 50 aplikasi untuk memperoleh pelatihan dasar, namun tetap tidak tembus.
Kini Altaf telah menjabat sebagai Kepala di kantor polisi satu-satunya yang didominasi wanita di ibukota Peshawar. Altaf mengatakan kini situasi sudah sedikit berubah. "Kami dulu diabaikan. Namun, sekarang, saya akan memastikan bahwa polisi junior akan mendapatkan pelatihan dan promosi tepat waktu," ujarnya berjanji.
Di kantornya, sekitar 50 laporan tindak kejahatan dalam setahun dia terima. Sedikit di bawah kantor polisi yang didominasi kaum pria.
Altaf pun berharap fasilitas di kantornya sama seperti kantor polisi pria. Pasalnya, di kantor Altaf tidak terdapat banyak peralatan. Hanya ada sebuah meja di ruang kosong dengan pencahayaan seadanya.
Perjuangan serupa juga dialami Shazadi Gillani yang kini menjadi inspektur polisi di Abbottabad. Halangan bahkan sudah ditemui Gillani dari pihak keluarganya sendiri. Ayah dan tujuh saudara laki-lakinya menentang keinginan Gillani jadi polisi wanita di Pakistan.
"Mereka mengatakan polisi tidak menghormati kaum perempuan. Padahal saya memiliki banyak kesempatan," ungkap Gillani.
Awalnya dia ingin mengikuti jejak ayahnya berkarier di bidang militer. Tapi mereka tidak membuka pendaftaran, sehingga Gillani banting setir ke korps kepolisian.
Keinginan Gillani akhirnya disetujui ayahnya, setelah dia melakukan mogok makan selama satu minggu dan dibujuk oleh dosen ibunya. Namun sang ayah mengajukan tiga syarat, harus berani, cintai pekerjaan dan ajak seorang teman.
Alhasil, Gillani melamar menjadi polisi dengan ditemani teman baiknya, Zafar. Zafar juga seorang perempuan, namun demi dapat melindungi Gillani, dia rela bergaya seperti anak laki-laki.
"Saya tidak memasak, saya tidak mengenakan gaun dan tidak takut terhadap siapa pun kecuali Tuhan. Kami saling melindungi dan mendampingi," ujar Zafar.
Untuk mendapat pelatihan polisi, Gillani dipinjamkan dana senilai US$2000 atau Rp 21 juta. Dana itu dikembalikan delapan tahun kemudian.
Kebutuhan Pakistan akan polisi wanita sudah sangat mendesak. Dari angka 60 ribu jumlah polisi di setiap provinsi, hanya sekitar 560 orang perempuan.
Di tahun 1994 silam, hanya ada dua kantor polisi yang didominasi wanita. Padahal dengan semakin banyak polisi wanita, dapat membantu menuntaskan kasus kekerasan terhadap perempuan yang banyak dialami wanita Pakistan.
Hampir dua pertiga dari kasus yang dilaporkan ke kantor polisi wanita merupakan kasus kekerasan domestik. Sebelumnya mereka takut melapor, karena tradisi yang melarang mereka berbicara kepada polisi pria. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar