"Sama seperti Yezidis, kita takut ekstrimis setelah kedatangan Daesh [ISIL] di Mosul," aku Liza Kakai, seorang aktivis Kurdi Kakai.
Pejuang Kakai di Desa Kobane, di bagian selatan provinsi Kirkuk (AlJazeera/Mohammed A Salih) |
Kakai sendiri percaya pada reinkarnasi, gagasan yang dalam cara tertentu diakui oleh para pengikut minoritas Yazidi.
Kakai adalah komunitas kecil dan tidak ada angka pasti untuk jumlah mereka. Sherzad Kakai, orang penting dalam masyarakat, memperkirakan ada sekitar 75.000 Kakais di Irak.
Kelompok ini telah terpinggirkan dan mengalami penganiayaan dalam banyak sejarah kontemporer Irak.
Sejak pasukan Kurdi Peshmerga memegang kendali mereka di Kirkuk setelah pasukan Irak meninggalkan posisi mereka dalam menghadapi serangan ISIL, para Kakais mengatakan mereka telah menegaskan kembali diri eksistensi mereka.
Desa Kobane sendiri pernah menjadi hampir sepenuhnya Kakai. Tapi seperti banyak bagian lain dari Kirkuk, di sini menjadi sasaran kampanye persekongkolan demografi pemerintah Saddam Hussein di pertengahan 1970-an dan seterusnya.
Selama kampanye, yang dikenal sebagai Arabisasi, ratusan suku Arab menetap di daerah ini oleh pemerintah. Akibatnya, banyak Kakai kehilangan tanah mereka.
Kobane, sebelumnya dikenal sebagai Arab Koi, kini benar-benar sebuah desa yang didominasi Arab dengan lebih dari 50 rumah tangga Arab dan sekitar 30 keluarga Kakai.
Kelompok minoritas telah menjadi target dari ekstremis ISIL di Irak. Puluhan Kakai tewas dalam serangan bunuh diri dan pembunuhan sejak tahun 2003.
"Kami ingin melindungi budaya kita," kata Nezar Sherzad, seorang pria Kakai dari desa terdekat dari Shalyar. "Kami ingin dukungan internasional yang kuat."
"Kami hanya tidak bisa menerima kalau orang lain menempati desa-desa dan tanah kami," timpal Hamid dengan senapan AK-47 tergantung di bahunya. "Kami menganggapnya sebagai tugas suci untuk mempertahankan wilayah kami." (JN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar