Pelaksanaan latihan dopper banyak dilakukan oleh militer di berbagai negara, termasuk juga di Indonesia. Pada dasarnya, latihan ini bertujuan untuk menguji nyali prajurit yang melakukannya.
Hampir seluruh satuan TNI mewajibkan menu latihan ini kepada para prajuritnya, termasuk kepada siswa prajurit komando korpashkas TNI AU.
Latihan ini, bertujuan untuk menguji kemampuan calon prajurit komando. Meliputi uji keberanian, konsentrasi, ketahanan fisik, dan mental prajurit.
Salah satu hal yang banyak dilakukan pada dopper adalah, latihan merayap secara perlahan melewati bidang lurus yang telah ditentukan sejauh kurang lebih 25 meter, latihan ini sebagai simulasi melewati terjangan peluru di medan perang yang sesungguhnya, siswa prajurit komando merayap dan ditembaki pada titik-titik tertentu dari atas oleh para pelatihnya.
Hujaman peluru tajam yang sangat dekat, serta suara desingan peluru dan suara senapan yang keras dari jarak dekat, pastilah membuat nyali ciut.
Tapi ini harus dilakukan agar prajurit komando paskhas terbiasa menghadapi situasi seperti ini dengan tujuan untuk menghadapi tekanan batin dan fisik, melewati rintangan dan mengalahkan rasa takut agar bisa lolos dari hujaman peluru di medan pertempuran yang sesungguhnya.
Para penembak latihan dooper ini sejatinya bukanlah orang sembarang, mereka adalah para pelatih komando yang mahir dalam menembak, memiliki pengalaman dan memiliki kualifikasi dan lisensi sebagai penembak dooper.
Pasalnya, bukan tanpa kegagalan, sejarah kelam latihan ini penah merenggut nyawa seorang siswa projurit komando pada tahun 1960an. Salah satu prajurit TNI yang menjadi korban adalah taruna tingkat pertama Koptar Mochamad Socheh yang meninggal ketika latihan perembesan di lembah tidar.
Di zaman tersebut, latihan dopper menggunakan senapan GPMG atau General Purpose Machine Gun, adalah sebuah senapan mesin yang menggunakan peluru kaliber 7.62 mm. Latihan dopper pada era ini jauh lebih berbahaya daripada latihan dopper sekarang. Almarhum Koptar M. Sholeh meninggal saat sebuah peluru menembus helm baja yang dikenakan di kepalangya.
Karena karakteristiknya tersebut, membuat latihan dopper masih sering dianggap berbahaya, dan berisiko atas keselamatan prajurit.
Beberapa tahun kebelang latihan brutal ini membuat negara lain geleng-geleng kepala. Situs Daily Mail Inggris bahkan pernah menganggap latihan militer Indonesia tak manusiawi dan sangat berbahaya.
Di Indonesia, selama ini senjata-senjata yang digunakan untuk keperluan dopper, umumnya produk generasi lawas dan sudah tidak diproduksi, seperti senapan otomatis Pindad SP-3 (kaliber 7.62mm x 51) dan senapan serbu AK-47 Rusia (kaliber 7,62 mm x 39) yang menggunakan peluru tajam.
Latihan doper Korpaskhas merupakan bagian dari pase latihan gunung dan hutan, fase selanjutnya yang akan di jalani siswa pendidikan porpaskhas adalah fase rawa, sungai, laut, dan pantai. Jika semua fase mampu dilewati dengan baik maka siswa komendo berhak untuk mendapatkan brevet komando, pisau komando, dan baret jingga kebanggan Korpaskhas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar