Menyusul darurat perang yang diberlakukan di Thailand, militer mengundang pihak-pihak yang bertikai untuk bertemu dan mencari solusi. Amerika Serikat mendesak agar militer secepatnya memulihkan kekuasaan sipil.
Militer Thailand menggelar pertemuan darurat yang mempertemukan dua rival politik. Langkah tersebut diambil untuk mencegah negeri gajah putih itu menjelma menjadi "Ukraina atau Mesir," tulis militer dalam siaran persnya, usai memberlakukan darurat perang di Thailand, Selasa (20/5).
Amerika Serikat mendesak agar militer Thailand secepatnya mengembalikan kekuasaan kepada kelompok sipil. Militer sendiri mengaku pihaknya akan menghormati hukum internasional dan cuma akan menggunakan kekuatannya untuk "menjaga stabilitas keamanan."
Jendral Prayu Chan-O-Cha memanggil kedua pemimpin dari partai pemerintah dan oposisi, serta komisi pemilihan umum, senat dan insiator demonstrasi anti dan pro pemerintah. Pertemuan itu digelar untuk mencari jalan keluar dari jalan buntu politik di Bangkok.
Stagnasi di Bangkok
Pelaksana Tugas Perdana Menteri, Niwattumrong Boonsongpaisan yang menggantikan Yingluck Shinawatra usai dimakzulkan oleh pengadilan awal bulan silam, juga termasuk delegasi yang diundang.
Niwattumrong sempat menawarkan penyelenggaraan pemilu yang dipercepat, Agustus mendatang. Namun oposisi mendesak pelaksanaan reformasi terlebih dahulu dan mengancam akan bertahan di jalan hingga "rejim" yang dipimpin oleh adik Takhsin Shinawatra itu lengser dari pemerintahan.
Prayut memberlakukan hukum darurat perang menyusul situasi yang memanas di Bangkok antara dua kelompok yang saling berseteru. Setelah serdadu mulai diturunkan di jantung ibukota, militer buru-buru memberikan jaminan, pihaknya tidak berniat melakukan kudeta.
"Perkara ini harus dipercahkan dengan damai sebelum saya pensiun. Jika tidak saya belum akan pensiun," kata Prayut yang sedianya akan habis masa jabatannya, akhir September mendatang. "Saya tidak akan membiarkan Thailand menjadi Ukraina atau Mesir," imbuhnya seperti tertera dalam transkrip yang dirilis oleh militer.
Pemerintah Sipil Siap Pulihkan Kekuasaan
Kabinet transisi pimpinan Niwattumrong terkesan berupaya mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil dengan menggelar rapat rahasia. Namun pemerintah dilarang menggunakan markas besar Kementrian Pertahanan di utara Bangkok. Yingluck berulangkali mengamankan anggota kabinetnya di dalam gedung Kemenhan selama aksi protes merajalela beberapa waktu lalu.
"Pemerintah sebaliknya kini menggunakan sebuah tempat yang aman," kata pejabat pemerintah yang tidak ingin disebutkan namanya.
Situasi di Bangkok sendiri cendrung kondusif dengan penduduk yang tetap melaksanakan aktivitas keseharian. Pusat perbelanjaan, sekolah, universitas dan badan pemerintah tetap buka seperti sedia kalanya. (DW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar