Ancaman Khorasan Diberitakan Media (Sumber foto : shiftfrequency.com) |
Para pejabat intelijen AS mengatakan keputusan Presiden Obama menyerang militan Islamic State di Suriah telah memberikan kesempatan untuk menetralisir ancaman lainnya. Beberapa pejabat secara terbuka menyatakan bahwa kelompok Khorasan memiliki rencana untuk melakukan serangan bom khusus yang dapat lolos dari pengamatan sistem keamanan bandara. Bentuk bom yang kecil tetapi mempunyai daya ledak tinggi dan sangat mematikan, mampu menghancurkan pesawat terbang. Konsep bom baru bisa berupa sebuah pasta gigi ataupun pakaian sebagai bahan peledak.
Komando Sentral AS yang mengendalikan serangan ke Suriah menyatakan telah menyerang paling tidak terhadap delapan target Khorasan di Aleppo pada malam pertama serangan udara. Letjen William C. Mayville Jr, yang bertanggung jawab atas operasi di Staf Gabungan Pentagon, mengatakan kelompok teroris Khorasan sudah mendekati "fase eksekusi dari sebuah serangan baik di Eropa maupun tanah air."
Menurut pejabat intelijen Amerika, Khorasan erat bersekutu dengan Front Nusra (Jabhat al-Nusra) yang merupakan afiliasi Al-Qaeda di Suriah. Kelompok ini, dikabarkan terdiri dari para anggota Al-Qaeda dari negara-negara lain seperti Pakistan, Afghanistan, Afrika Utara dan Chechnya yang melakukan kepindahan, bergeser dan bergabung ke Suriah atas perintah pimpinan tertinggi Al-Qaeda, Ayman al-Zawahri (pengganti Osama bin-Laden).
Seorang pejabat senior kontraterorisme, yang tidak mau disebut namanya menyatakan Amerika Serikat telah melakukan penjejakan kelompok tersebut selama dua tahun. Diketahui, kelompok itu mungkin tidak memilih target, metode atau bahkan waktu untuk penyerangan. Secara terpisah, pejabat intelijen lainnya mengatakan bahwa Khorasan telah "mencapai tahap di mana mereka mungkin bisa melakukan sesuatu."
BuzzFeed Rosie Gray melaporkan bahwa Khorasan tampaknya telah terhubung dengan Ibrahim al-Asiri, ahli pembuat bom dari Al-Qaeda Arab Penninsula (AQAP). Kelompok ini diketahui dipimpin oleh Muhsin al-Fadhli, seorang agen Al-Qaeda senior dan juga teman dekat dari mantan pimpinan Al-Qaeda Osama bin-Laden yang telah tewas. Fadhli sebelumnya adalah pemimpin operasi Al-Qaeda di Iran. Namun, ia kemudian diketahui telah pindah ke Suriah pada pertengahan 2013 dan bergabung dengan Jabhat al-Nusra, perwakilan Al-Qaeda di Suriah.
Jaksa Agung AS, Eric Holder H. Jr pernah menyatakan kekhawatirannya tentang adanya ancaman Khorasan di belakang keputusan otoritas penerbangan musim panas lalu yang melarang dibawanya laptop komputer bermuatan dan ponsel dalam penerbangan pesawat komersial Amerika Serikat.
Serangan pada Selasa (28/9/2014) pagi ditujukan dengan target pemimpin kelompok itu, termasuk al-Fadhli, anggota Al-Qaeda asal Kuwait yang pindah ke Suriah tahun lalu. Pemimpin Khorasan, lainnya yang diberitakan tewas dalam serangan udara AS tersebut adalah Abu Yusuf al-Turki.
Khorasan kemudian diketahui merupakan nama lain sebuah aktifitas teror yang dikenal selama bertahun-tahun sebagai inti dari Al-Qaeda, yaitu cabang dari kelompok teroris yang dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri. Kepala Departemen Studi Keamanan di Georgetown University, Bruce Hoffman menyatakan, "Tidak banyak yang diketahui tentang mereka, sehingga untuk menelusuri silsilah merekapun sulit," katanya. Teroris diketahui sepanjang sejarah merupakan organisasi sangat rahasia.
Sebagai contoh Black September pada tahun 1970-an tidak pernah diketahui pada saat itu menjadi bagian dari Fatah atau bagian dari PLO. Sangat banyak organisasi misteri dan memiliki unit komando multinasional, untuk memahami Khorasan. "Sifat multinasional dari Khorasan yang meliputi Palestina, Afghanistan, Chechnya, Yaman dan Mesir, adalah bagian dari apa yang memicu keprihatinan di kalangan pejabat intelijen," kata Hoffman.
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa militan Al-Qaeda yang ahli dalam membuat bom asal Yaman telah tiba di Suriah untuk membantu Khorasan dalam rencana serangan teror terhadap Barat. Pemimpin Al-Qaida, Zawahiri, diyakini telah mengirim anggota Khorasan ke Suriah sekitar 18 bulan yang lalu. Khorasan menurut badan intelijen AS diduga terdiri dari 40 sampai 60 orang, dimana tokoh kuncinya telah pindah ke Suriah bergabung dengan Front al-Nusra. Para pengamat mengatakan hubungan keduanya seperti kelompok Taliban dan Al-Qaida sebelum dilakukannya serangan 11 September yang meruntuhkan gedung WTC. Al-Qaida membutuhkan dukungan logistik dari Taliban sebelum tahun 2001. Para pejabat mengatakan itulah peran Jabhat al-Nusra dengan kelompok Khorasan.
Beberapa sumber menyebutkan kelompok Khorasan terdiri lebih dari 100 orang dan Pentagon melaporkan bahwa ada delapan serangan udara terhadap Khorasan di Aleppo, Suriah, pada malam pertama. Hal ini kemudian menjelaskan mengapa target yang terkait dengan Jabhat al-Nusra terkena dalam serangan tersebut. Para pejabat mengatakan hampir tidak mungkin untuk menargetkan Khorasan tanpa menargetkan al-Nusra. Target yang dihancurkan adalah kamp pelatihan, fasilitas bahan peledak dan target operasional lainnya hancur, sementara target masusia tidak disebutkan. Para pejabat AS mengatakan mereka tidak percaya al-Fadhli adalah pemimpin tertinggi kelompok itu, ia hanyalah pemimpin Khorasan nomor tiga yang bertanggung jawab terhadap operasi eksternal yang bertanggung jawab dalam melakukan serangan terhadap negara Barat.
Para pejabat intelijen kini justru lebih mewaspadai warga Mesir, Muhammad Islambouli, yang sangat dekat dengan al-Zawahiri, diketahui bahwa kakaknya Mohammed Islamboui adalah salah satu perwira tentara Mesir yang membunuh Presiden Mesir Anwar Sadat pada tahun 1981 dan diketahui ahli dalam bidang pembajakan.
Apakah dengan serangan udara tersebut Amerika mampu menetralisir ancaman langsung terhadap warga serta fasilitas lainnya? Apakah kemudian negara-negara Barat lainnya di Eropa juga kemudian bebas? Nampaknya tidak demikian. Teori memotong kepala ular selama ini dinilai berhasil dilakukan. Ancaman terhadap AS dan negara-negara Barat lainnya setelah tewasnya pimpinan Al-Qaeda dinilai menurun dan Al-Qaeda dikatakan telah hancur kredibilitasnya.
Ternyata kemudian, Al-Qaeda kini mampu bangkit, melakukan regenerasi dan membentuk spesial unit khusus Khorasan untuk melakukan serangan. Seperti kata Hoffman, teror adalah kegiatan clandestine yang sulit untuk dilacak kepastiannya. Dengan demikian maka, ancaman teror terhadap AS dan sekutunya justru bertambah, militan Islamic State dan Khorasan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi intelijen Indonesia, yang juga harus terus menerus memonitor gerakan teror internasional, karena mereka bisa sewaktu-waktu melakukan link dan beroperasi di Indonesia.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan,
Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar