Angkatan darat Jepang saat mengeluarkan kendaraan tempur amfibi dari helikopter CH47J dalam sesi latihan di Higashi-Fuji, Gotemba, Kaki Gunung Fuji. | foto : AFP/Toshifumi Kitamura |
Revisi anggaran pertahanan ini dilakukan kabinet seiring dengan pemberlakukan strategi pertahanan baru yang mencerminkan ambisi Perdana Menteri Shinzo Abe untuk meningkatkan kemampuan militer Jepang dan mempekruat peran negara itu dalam bidnag diplomasi dan keamanan internasional.
Para pakar menilai rencana itu sesuai dengan terjadinya pergeseran kekuatan yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, namun negara-negara tetangga khawatir bahwa perkembangan ini akan membuat Jepang meninggalkan konstitusi anti-perang yang dibuat usai Perang Dunia 2.
"Banyak orang di dalam dan di luar Jepang khawatir bahwa Abe mungkin belum sepenuhnya belajar dari sejarah perang Jepang dan bahwa peran Jepang yang lebih besar berpotensi mengarah ke bangkitnya militerisme dalam jangka panjang," kata Koichi Nakano, profesor bidang politik internasional di Sophia University, Tokyo.
Anggaran lima tahunan periode 2011-2016 yang disahkan sebelumnya oleh Partai Demokrat ketika masih berkuasa (sekarang oposisi) memangkas anggaran pertahanan sebesar 750 miliar yen atau 3%, dan mengurangi jumlah tentara sebanyak 1.000 orang.
Rencana baru Abe tidak menambah jumlah tentara. Strategi dia juga menggeser prioritas dari wilayah utara menuju ke Laut China Timur, di manaTokyo dan Beijing telribat sengketa kepemilikan atas gugus pulau-pulau tak berpenghuni.
Rencana pertahanan baru juga termasuk pembentukan unit amphibi yang mirip marinir Amerika Serikat agar bisa merespon dengan cepat ketika ada invasi asing di pulau-pulau yang menjadi sengketa. Bagian lain dari rencana itu adalah pembentukan sistem peringatan dini, pengerahan kapal selam dan sistem pertahanan anti rudal di wilayah terkait.
Garis-garis besar program pertahanan yang disahkan Selasa (17/12) menyatakan bahwa Jepang "sangat prihatin" dengan peningkatan kehadiran kapal-kapal dan militer Tiongkok di Laut China Timur, serta tidak adanya transparansi.
Pada akhir November, Tiongkok mengatakan semua pesawat terbang yang melintasi wilayah Laut China Timur harus melaporkan identitas mereka dan mematuhi instruksi Tiongkok. Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan mengacuhkan tuntutan Beijing itu.
Untuk periode 2014 sampai 2019, Jepang berencana membeli tiga drone atau pesawat tanpa awak, kemungkinan besar Global Hawks, 28 jet tempur F-35A, 17 pesawat Osprey dan lima kapal jenis destroyer, termasuk dua sistem anti-rudal Aegis. Pembelian itu mencapai 24,7 triliun yen, naik 5% dari program sebelumnya. (BeritaSatu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar