Pembocor rahasia intelijen AS, Edward Snowden, akhirnya mendapatkan suaka sementara dari pemerintah Rusia. Dia akhirnya bisa segera ke luar dari zona transit bandara di Moskow dan memulai kehidupannya yang baru di negara tersebut.
Kurang dari sejam sejak ke luar bandara, tawaran pekerjaan menghampirinya. Perusahaan Pavel Durov, media sosial serupa Facebook milik Rusia menawarkannya pekerjaan sebagai programmer di kantor mereka di St. Petersburg.
Sebelumnya, ada tarik ulur yang intens antara pemerintah Rusia dan AS terhadap kasus Snowden. AS telah berkali-kali mewanti-wanti Rusia untuk tidak memberikannya suaka. Namun, Presiden Vladimir Putin bergeming dan tetap memberikannya perlindungan.
Anggota Kamar Publik Rusia, Sergei Markov, mengatakan alasan Putin memberikan Snowden suaka untuk membalas dendam pada AS. Salah satunya karena pemerintah Washington mengabaikan gagasan perjanjian ekstradisi yang digagas Kremlin.
Dalam perjanjian ekstradisi ini, Rusia mengincar Ilyas Akhmadov, pejuang Chechen yang dianggap teroris oleh Kremlin. Akhmadov yang menyuarakan pelanggaran HAM di Rusia mendapatkan suaka dan bantuan dana di Amerika Serikat.
"Kita akan melihat parade di Media Rusia yang coba menginterpretasikan niat Kremlin menjaga si jenius IT Snowden di Moskow," kata Markov.
Selain itu, Snowden juga jadi alat balas dendam Rusia terhadap AS yang kerap menuduh negara itu sebagai pelanggar HAM. Yuri Krupnov, ahli geopolitik di Rusia mengatakan, pemberian suaka Snowden sebagai hukuman bagi Barack Obama yang telah mengeluarkan Undang-undang Magnitsky.
Sergei Magnitsky, pengacara Rusia yang tewas di penjara Moskow tahun 2009 karena menyelidiki penipuan pajak oleh pejabat. Dengan UU ini, AS menghukum orang-orang yang diduga terlibat dalam pembunuhannya.
"Ini tidak lebih dari sebuah ejekan: Kau serang kami dengan hak asasi manusia, ini, makan HAM-mu," kata Krupnov.
Selain jadi alat balas dendam, Snowden juga jadi bahan pencitraan bagi Rusia. "Ini menunjukkan bahwa Rusia ikut mempertahankan HAM di tingkat internasional," kata senator Aleksei Pushkov di Twitternya. (VivaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar