Filipina menuduh China mengerahkan kekuatan besar militer di Laut China Selatan yang disengketakan, dan memperingatkan dalam forum keamanan kawasan, siasat raksasa Asia itu adalah ancaman terhadap perdamaian.
Pernyataan Menteri Luar Negeri Filipina, Albert Del Rosario, Minggu, itu memastikan peningkatan pertikaian menyangkut saling klaim atas laut kaya sumber alam dan penting secara strategis tersebut kembali menjadi pusat penting perundingan empat hari Asia-Pasifik.
"Del Rosario hari ini menyatakan sangat cemas atas militerasi yang meningkat di Laut China Selatan," kata satu pernyataan pemerintah Filipina yang disiarkan pada hari pertama konferensi di ibu kota Brunei itu.
Del Rosario mengatakan kehadiran dalam jumlah besar kapal-kapal militer dan paramiliter China di gugusan pulau dalam zona ekonomi ekslusif Filipina Beting Scarborough dan Beting Second Thomas.
Del Rosario menyebut kehadiran China di pulau-pulau ini sebagai ancaman pada usaha untuk mempertahankan ketenangan maritim dan stabilitas di wilayah itu.
Ia tidak merinci lebih jauh tentang apa yang disebut peningkatan kehadiran militer itu tetapi mengatakan tindakan-tindakan China itu melanggar satu perjanjian pada 2002 dimana para pengklaim yang bersaing menyangkut laut itu berjanji tidak akan melakukan tindakan apapun yang mungkin dapat meningkatkan ketegangan.
Deklarasi menyangkut peraturan yang ditandatangani ASEAN yang beranggotakan 10 negara itu dan China juga berjanji kepada para penklaim untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka "tanpa melakukan ancaman atau penggunaan kekuatan militer".
China mengklaim sepihak hampir seluruh laut itu, bahkan perairan yang letaknya lebih dekat dengan pantai negara-negara tetangga. China sangat agresif dan makin terang-terangan mengerahkan otot militernya untuk memuluskan klaim sepihak atas Laut China Selatan itu.
Anggota-anggota ASEAN Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia, serta Taiwan juga mengklaim sebagian dari laut itu.
Konflik-konflik puluhan tahun itu menjadi sumber ketegangan kawasan, dengan China dan Vietnam terlibat perang 1974 dan 1988 bagi penguasa beberapa pulau yang menewaskan puluhan tentara Vietnam.
Ketegangan kembali terjadi dalam tahun-tahun belakangan ini dengan Filipina, Vietnam dan sejumlah negara lainnya menyatakan kekhawatiran mereka atas taktik-taktik militer dan diplomatik China yang agresif untuk menekankan kekuasaannya atas laut itu.
Satu media pemerintah China memperingatkan Filipina Sabtu bahwa sikap menantang Filipina dapat menimbulkan aksi agresif China.
"Jika Filipina terus memprovokasi China... serangan balasan yang keras akan sulit untuk dihindari," kata satu komentar surat kabar "People`s Daily", corong Partai Komunis China.
Del Rosario menyatakan retorika seperti itu berbahaya.
"Pernyataan menyangkut serangan balik adalah sesuatu yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Kami mengecam ancaman untuk menggunakan kekuatan militer. Kami mengecam itu. Dan kami akan terus mengusahakan penyelesaian sengketa-sengketa kami melalui jalan damai," katanya.
ASEAN telah berusaha selama lebih dari sepuluh tahun untuk menjamin persetujuan dari China mengenai satu peraturan yang mengikat secara hukum yang akan mengatur aksi-aksi di Laut China Selatan.
China menolak menyetujui peraturan itu khawatir membuat konsesi-konsesi itu mungkin akan melemahkan klaimnya atas laut itu.
Bahkan Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan, ASEAN akan terus mendesak kasus Laut China Selatan ini dengan China dalam pertemuan di Brunei. (Anatara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar