Pemerintah Prancis menyerukan pembebasan segera presiden dan perdana menteri (PM) interim Burkina Faso yang ditahan pasukan pengawal kepresidenan.
"Prancis khawatir akan perkembangan yang terjadi di Burkina Faso dan mengecam keras setiap penggunaan kekerasan," demikian pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Romain Nadal dalam statemen seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (17/9/2015).
Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki-moon dan pemerintah Amerika Serikat juga mengecam keras penahanan tersebut dan menyerukan pembebasan segera.
Ketua parlemen interim Cheriff Sy mengatakan, para anggota Resimen Keamanan Kepresidenan (RSP) menyerbu masuk ke ruang kabinet pada Rabu, 16 September pukul 14.30 waktu setempat dan menculik Presiden Burkina Faso Michel Kafando dan Perdana Menteri Isaac Zida serta dua menteri (Augustin Loada dan Rene Bagoro).
Sy menyebut penyanderaan presiden dan perdana menteri sebagai serangan serius terhadap republik tersebut. "Saya mengajak semua rekan sebangsa untuk membela ibu pertiwi," cetusnya.
Insiden ini terjadi beberapa pekan menjelang pemilihan umum pertama yang akan digelar menyusul lengsernya Presiden Blaise Compaore usai aksi demo besar-besaran terhadap dirinya. Belum diketahui alasan penahanan yang dilakukan RSP. Namun diduga ini dilakukan untuk mengendalikan pemerintahan transisi. Hingga saat ini, para pemimpin transisi tersebut masih ditahan di dalam istana kepresidenan di ibukota Ouagadougou.
Burkina Faso akan memilih presiden baru pada 11 Oktober mendatang untuk menggantikan Compaore yang telah berkuasa selama 27 tahun. PM Zida mengambil alih kepemimpinan setelah Compaore kabur ke Pantai Gading pada 31 Oktober 2014 menyusul aksi demo besar-besaran terhadap kepemimpinannya. (Detik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar