Senin, 12 Oktober 2015

Serangan Bom Guncang Turki, Setidaknya 86 Orang Meninggal Dunia


Setidaknya 86 orang tewas ketika dua tersangka pelaku bom bunuh diri meledakkan diri dalam aksi unjuk rasa aktivis pro-Kurdi dan sayap kiri di luar stasiun kereta api utama Ankara pada Sabtu (10/10), hanya beberapa minggu menjelang pemilihan umum Turki.

Dilaporkan Reuters, puluhan jenazah terbaring di jalanan dan hanya ditutupi oleh bendera dan spanduk para demonstran kelompok oposisi Partai Demokratik Rakyat (HDP) sesaat setelah ledakan. Ceceran darah dan potongan tubuh terlihat di berbagai sudut jalan.


Serangan Bom Guncang Turki, Setidaknya 86 Orang Meninggal Dunia

"Seperti serangan teror lainnya, serangan di stasiun kereta api Ankara menargetkan persatuan, kebersamaan, persaudaraan dan masa depan kita," kata Presiden Tayyip Erdogan dalam sebuah pernyataan yang menyerukan "solidaritas dan tekad" pasca serangan itu.

Menteri Kesehatan, Mehmet Muezzinoglu menyatakan dalam konferensi pers bahwa korban tewas mencapai 86 orang, sementara korban luka mencapai 186 orang, 28 orang di antaranya kini menjalani perawatan intensif.


Jumlah korban tewas diperkirakan akan terus bertambah.

Saksi mata menyatakan bahwa dua ledakan terjadi hanya terpisah beberapa detik sekitar pukul 10 pagi waktu setempat, ketika ratusan demonstran tengah berunjuk rasa yang direncanakan digelar secara "damai" untuk memprotes konflik antara pasukan keamanan Turki dan kelompok militan Kurdi di wilayah tenggara Turki.

"Saya mendengar satu ledakan besar pertama dan mencoba untuk melindungi diri saya dari jendela yang pecah. Sesaat setelahnya, ada ledakan yang kedua," kata Serdar, 37, yang bekerja di toko koran di stasiun kereta api.

"Ada berteriak dan menangis dan saya berlindung di balik tumpukan koran selama sementara waktu. Saya bisa mencium bau daging terbakar," kata Serdar.

Hingga saat ini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Kekerasan antara militer pemerintah dan kelompok militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) berkobar sejak Juli lalu, ketika Turki melancarkan serangan udara di sejumlah kamp militan, membalas serangan terhadap pasukan keamanan yang meningkat. Konflik ini sudah menewaskan ratusan orang.

Serangan ini terjadi ketika kelompok militan PKK diperkirakan akan mengumumkan gencatan senjata sepihak, yang akan memulihkan gencatan senjata yang berakhir pada Juli lalu.

Pemerintah menilai langkah ini sebagai upaya menggalang dukungan kepada HDP dalam pemilu.

Beberapa jam setelah pengeboman, PKK memerintahkan pejuangnya untuk menghentikan operasi di Turki kecuali mereka menghadapi serangan. PKK menyatakan tindakan ini untuk menghindari tidak terciptanya "pemilu yang jujur ​​dan adil" pada 1 November mendatang.

Foto di lokasi kejadian sebelum bom meledak menunjukkan aksi unjuk rasa damai ketika para demonstran HDP saling berpegangan tangan dan menari. Beberapa menit setelahnya, ledakan besar terjadi di belakang mereka.

"Kami dihadapkan dengan pembantaian yang sangat besar dan biadab," kata pemimpin HDP, Selahattin Demirtas kepada para wartawan.

Kerumunan warga yang marah mencemooh dan melemparkan botol ketika dan menteri kesehatan dan menteri dalam negeri tiba di lokasi kejadian dengan konvoi kendaraan. Para demonstran dengan cepat segera diamankan petugas.

Beberapa aktivis sayap kiri menilai Erdogan dan Partai AK mencari kesempatan untuk membangkitkan sentimen nasionalisme atas seran ini.

"Suruc, Diyarbakir dan sekarang Ankara, semua itu ulah sang pembunuh, Erdogan. Kami akan meruntuhkan istana itu," kata Tarik, seorang mahasiswa berusia 21 tahun, yang berada kurang dari 50 meter ketika salah satu bom meledak.

Sejumlah aktivis bahkan masih di lokasi kejadian dan meneriakkan "Erdogan Pembunuh" dan "AKP pembunuh." (CNN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar