AS menegaskan bahwa kesepakatan nuklir Iran tak memengaruhi rencana Washington untuk membangun sistem pertahanan misil di Eropa, karena AS menilai Iran juga tetap melanjutkan pengembangan misil balistik. Pakar Rusia mengakui, dari sudut pandang formal, argumen Washington tersebut benar, tapi mereka menegaskan bahwa 'ancaman Iran' yang dituduhkan Amerika adalah sebuah ilusi belaka.
Setelah format P5+1 dan Iran akhirnya berhasil mencapai kesepakatan terkait program nuklir Iran, Selasa (14/7) lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menagih janji Presiden AS Barack Obama untuk menghentikan penempatan sistem pertahanan misil AS di Eropa. Namun, Washington menegaskan bahwa kesepakatan nuklir Iran tak ada kaitannya dengan pertahanan misil di Eropa.
Sehari setelah kesepakatan nuklir Iran tercapai, seorang narasumber dari Kementerian Luar Negeri AS menyampaikan pada kantor berita Rusia Sputnik bahwa 'tercapainya resolusi atas masalah nuklir tak memudarkan kebutuhan sistem pertahanan misil untuk menangkis ancaman misil dari Iran'. Washington menyebutkan bahwa Iran memiliki cadangan misil balistik terbesar di Timur Tengah. Selain itu, resolusi tersebut tetap membuat Iran harus menanggung sanksi atas program misil balistik mereka hingga delapan tahun ke depan.
Duta Besar AS untuk Polandia Stephen Mull menyebutkan bahwa kesepakatan dengan Iran tak akan memengaruhi rencana AS untuk membangun markas pertahanan misil di Polandia. Menurut Mull, kesepakatan dengan Iran tak ada hubungannya dengan program pengembangan misil balistik Iran. Sementara, perwakilan Rusia untuk NATO Alexander Grushko mengaku terkejut mengetaui 'bagaimana Washington dengan mudah mengubah pendekatan mereka'.
Senjata Nuklir dan Misil Balistik
Pakar militer Rusia dan pemimpin redaksi majalah Arsenal of Fatherland Viktor Murakhovsky menyampaikan, kebohongan di balik upaya memisahkan isu program nuklir Teheran dan pengembangan misil balistik sangat mudah dilihat, karena di satu sisi kesepakatan tersebut memang berkaitan dengan program nuklir dan bukan misil balistik Iran, tetapi di sisi lain program nuklir menjadi ancaman karena memiliki potensi untuk meluncurkan hulu ledak.
"Amerika tentu menghubungkan program misil balistik dengan kehadiran senjata nuklir, karena tak ada gunanya membangun fasilitas mahal untuk melawan senjata konvensional," kata Murakhovsky.
Iran Tak Punya Teknologi yang Dibutuhkan
Pernyataan mengenai ancaman program misil Iran jelas tidak terlihat sebagai pembenaran. Menurut Murakhovsky, meski Teheran mencoba mengembangkan program misil balistik, negara tersebut belum meraih kesuksesan berarti dan tak punya prospek yang gemilang.
Pencapaian terbesar Iran sejauh ini adalah mengembangkan senjata berbasis model misil Soviet R-17 dengan jangkauan maksimal dua ribu kilometer yang didukung oleh teknologi dari Korea Utara. Sementara, untuk menyerang fasilitas pertahanan misil yang dibangun AS di Eropa yang hendak digunakan untuk menangkis ancaman Iran, Teheran harus menggandakan jangkauan misilnya. Iran tak bisa mendapatkan teknologi yang mereka butuhkan, karena Korea Utara tak memilikinya dan Rusia—sama seperti AS—sepakat untuk mencegah proliferasi teknologi tersebut.
"Ancaman yang Dibuat-buat"
Wakil Kepala Institute of Political and Military Analysis Alexander Khramchikhin sepakat bahwa dari sudut pandang formal, pernyataan AS ada benarnya. "Dari sudut pandang formal, kesepakatan dengan Iran memang tak berhubungan dengan misil balistik," kata Khramchikhin. Namun, ia tak melihat ada ancaman nyata dari Iran pada AS. Menurut Khramchikhin, misil Iran saat ini tak mampu menjangkau Eropa. "Secara teoritis, itu memang mungkin terjadi di masa depan. Namun, untuk apa?" kata Khramchikhin. Ia tak melihat alasan yang membuat Teheran perlu meluncurkan serangan misil pada Eropa. Secara umum, ancaman Iran yang dituduhkan AS terkesan dibuat-buat.
Menurut analis Rusia tersebut, pernyataan AS menunjukkan bahwa misil di Eropa ditargetkan bukan terhadap Iran, melainkan terhadap negara lain, terutama Rusia.
Ketakutan yang Berlebihan
AS memulai uji coba Sistem Pertahanan Misil Nasional pada 1999, di bawah pemerintahan Bill Clinton. Dua tahun kemudian, Presiden George Bush Jr. mengumumkan bahwa sistem ini tak hanya melindungi wilayah AS tapi juga wilayah sekutu-sekutu AS.
Pada 2002, AS memutuskan mundur dari Traktat Misil Antibalistik yang ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1972, yang menetapkan pembatasan terkait penempatan sistem pertahanan misil. Sebagai bagian dari pembangunan sistem pertahanan misil AS di Eropa, markas pertahanan misil akan didirikan di Romania dan Polandia.
Pembangunan markas Romania, yang akan menampung stasiun radio dan pencegat misil, dimulai pada 2013. Pembangunan markas Misil Antibalistik di Polandia akan dimulai pada 2016 dan diperkirakan selesai dalam waktu dua tahun.
Berdasarkan pernyataan resmi AS, misil antibalistik di Eropa akan melindungi AS dan sekutunya dari serangan negara lain seperti Iran dan Korea Utara. Sementara, pemerintah Rusia menilai sistem pertahanan misil AS di Eropa berpotensi mengancam Rusia. (RBTH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar