Perdana Menteri Prancis Manuel Valls memperingatkan, Minggu, hingga akhir tahun ini ada sekitar 10.000 warga Eropa yang kemungkinan bergerilya di Irak dan Suriah.
"Saat ini, 3.000 warga Eropa sedang berada di Irak dan Suriah. Kalau kita memperkirakan berapa banyak dalam bulan-bulan mendatang, jumlahnya mungkin akan mencapai 5.000 orang sebelum musim panas dan 10.000 orang sebelum akhir tahun ini," kata Valls kepada saluran televisi Prancis, iTele.
ilustrasi Tentara pemberontak berjalan di garis depan al-Breij, usai penyerangan ke Mahasher al-Hajr dimana pasukan Presiden Bashar al-Assad ditempatkan, di Allepo, Rabu (7/1). (REUTERS/Hosam Katan) |
"Apakah kita sadar ancaman apa yang dihadapi?" tanyanya.
Ia mengatakan ada sekitar 1.400 orang, baik yang sudah berada di wilayah konflik, yang sudah pulang dari sana, atau yang berencana berangkat ke wilayah itu.
"Sudah ada 90 warga Prancis yang meninggal di sana dalam keadaan tangan mereka memegang senjata, memerangi nilai-nilai kita," kata Valls.
Prancis, bersama Belgia, merupakan negara dengan jumlah terbesar sukarelawan yang berangkat untuk bergabung dengan kelompok gerilyawan ISIS. Kelompok tersebut telah menguasai banyak wilayah di Suriah dan Irak.
Bulan lalu, Prancis menyita paspor-paspor milik enam warganya serta melarang 40 lainnya bepergian ke luar negeri setelah mereka dicurigai berencana pergi ke Suriah dan Irak.
Langkah itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan Prancis, menyusul pengenalan terhadap undang-undang baru pada November lalu soal upaya memerangi terorisme.
"Kita terutama harus menghadapi tingkat ancaman tinggi di Prancis, di Eropa dan negara-negara lainnya," ujar Valls dilansir dari AFP. (Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar