Sabtu, 30 Agustus 2014

Australia Merasa Menang atas COC, Marty: Silakan Bermimpi


Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan tidak habis pikir dengan pemberitaan yang diturunkan salah satu media Australia pada Kamis, 28 Agustus 2014. Dalam pemberitaan itu, Australia merasa menang atas Indonesia setelah menandatangani tata kelakuan baik (COC) mengenai penyadapan. 


Ditemui di ruang Uluwatu Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Nusa Dua Bali, pada Jumat malam, 29 Agustus 2014, Marty justru berpendapat sebaliknya.

"Kalau mereka menganggap ini kemenangan untuk mereka, ya terus saja. Berarti ya, syukur Alhamdulillah," ungkapnya menyindir Australia.

Dia meminta publik untuk tidak mudah terpengaruh dengan melihat kembali isi COC yang ditandatangani pada Kamis lalu. Di dalam kesepakatan tersebut, tertuang kedua negara tidak akan lagi melakukan penyadapan.


"Yang melakukan penyadapan selama ini siapa? Sementara itu, setelah meneken kesepakatan itu, mereka tidak bisa lagi melakukan itu. Kalau mereka menganggap ini sebagai sebuah kemenangan, ya silakan saja bermimpi terus seperti itu," imbuh mantan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri itu.

Sydney Morning Herald (SMH) pada Kamis kemarin menurunkan pemberitaan bertajuk "Australia Menang Perang Penyadapan dengan Indonesia". Pemberitaan yang ditulis oleh Michael Bachelard, menyebut ada dua poin yang terlihat dalam penandatanganan COC di Hotel Laguna, Nusa Dua, Bali.

Pertama, penandatanganan COC di antara kedua Menlu berarti Australia bisa memperoleh informasi intelijen apa pun dari Indonesia dengan metode teknis apa pun. Dan hal itu dilakukan melalui koridor yang sesuai, karena pada Kamis lalu, kedua Menlu menyebut paska ditandatangani, kedua negara akan meningkatkan kerja sama di bidang intelijen.

Saat skandal penyadapan ini terbongkar di media Australia pada 18 November tahun lalu, Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan di hadapan parlemen bahwa administrasi pemerintahannya menggunakan semua sumber daya termasuk informasi untuk membantu negara sahabat dan sekutu. Dia menegaskan hal itu bukan untuk membahayakan mereka.

Bagian dari pernyataan itu, tulis SMH, kemudian membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganggapnya sebagai sebuah pengkhianatan, kemudian melampiaskan kekecewaannya di akun Twitter. SBY mengkritik pernyataan Abbott ketika itu.

Namun, di dalam kesepakatan yang ditandatangani Kamis berisi janji kedua negara untuk tidak menggunakan intelijen mereka, termasuk kemampuan penyadapan atau sumber lain yang dapat membahayakan kepentingan lainnya. Menurut SMH, makna di balik kesepakatan itu bagi Australia yaitu mereka akan tetap menyadap, tetap tidak digunakan kepada Indonesia.

Sementara itu, poin kedua yang dianggap sebuah kemenangan oleh SMH yaitu, vakumnya kerja sama dalam patroli bersama di perairan, membuat Australia menggelar Operasi Kedaulatan Perbatasan. Hasilnya, mereka berhasil mendorong sembilan kapal pencari suaka kembali ke perairan Indonesia tanpa membahayakan hubungan kedua negara, karena pada dasarnya hubungan itu telah berada di titik nadir.

Justru, tulis SMH, Australia merasa terbantu karena dengan adanya operasi tersebut mengirimkan pesan kepada lebih dari 10 ribu pencari suaka yang tengah berada di Indonesia, bahwa jalur melintasi laut untuk ke Australia telah tertutup.

Bahkan, akibat dari operasi tersebut, Abbott dengan bangga bisa mengklaim Australia terbebas selama 100 hari dari perahu yang membawa pencari suaka.

"Ini merupakan hasil dari penerapan metodis dan lengkap dari kebijakan yang diambil oleh koalisi pada pemilu kemarin," ungkap Abbott pada April lalu.  (VivaNews)

1 komentar:

  1. mudah amat luluhnya.... agak jual mahal dikit dong bikin softterapi jg macam klaim pulau cocos di dekat jabar biar bule kesasar sdikit tahu diri.... kalo gini trus gak cuma timor leste aja yg lepas ntar... cntoh malaysia aj...mski kcil kdang2 berani juga ngece indo mski sbnrny mreka takut jg kalo diladenin TNI.hehee.

    BalasHapus