Dewan militer di Thailand memperkuat peringatan terhadap demonstran anti-kudeta yang jumlahnya terus membengkak. Peringatan ini datang sehari sebelum pimpinan kudeta diharapkan mendapat restu raja.
Jenderal militer Prayuth Chan-ocha rencananya hari Senin (26/5) mendapat dukungan raja yang dapat meresmikan statusnya sebagai kepala pemerintahan.
Setelah itu diperkirakan Prayuth akan melanjutkan rencananya untuk merombak kancah politik Thailand dengan konstitusi interim pasca kudeta hari Kamis (22/5), dan menunjuk badan legislatif.
Setelah tiga hari konfrontasi antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan berlangsung relatif aman, jurubicara Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban hari Minggu (25/5) memperingkatkan bahwa militer dapat memberlakukan aturan yang melarang warga untuk berdemonstrasi melawan kudeta.
Hari Minggu jumlah demonstran bertambah menjadi 2.000 orang dari beberapa ratus pada hari Jumat (23/5).
Pasukan keamanan yang turun ke salah satu distrik perbelanjaan di Bangkok dihadang kerumunan sekitar 1.000 orang yang meneriakkan, "Keluar, keluar, keluar!"
Ketegangan memuncak hingga pada satu titik sekelompok tentara dikejar oleh kerumunan orang.
Jenderal militer Prayuth Chan-ocha ketika tiba di pertemuan Klub Militer hari Selasa |
Di persimpangan jalan
Jenderal militer Prayuth Chan-ocha ketika tiba di pertemuan Klub Militer hari Selasa (20/5)
Militer menghadapi dilema dalam menghadapi demonstran: apakah harus dibungkam dan berisiko menghadapi reaksi lebih keras dari dunia internasional, atau menoleransi mereka dan menelan risiko pengunjuk rasa semakin berani.
Jumlah unjuk rasa berusaha diredam militer dengan menahan sejumlah sosok yang dianggap dapat memimpin demonstrasi. Militer membela penahanan mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, mayoritas kabinet yang digulingkan, puluhan politisi dan aktivis.
Militer juga memerintahkan puluhan aktivis, akademisi dan jurnalis untuk melapor. Lebih dari 200 orang sudah masuk ke dalam daftar yang disiarkan melalui radio dan televisi.
Nasib Yingluck, yang menyerahkan diri hari Jumat, dan banyak tahanan lainnya masih belum jelas. Sejumlah tahanan sudah dibebaskan, dan militer mengatakan yang lainnya akan dilepaskan dalam waktu sepekan.
Dunia barat telah mengkritik tajam aksi kudeta. Amerika Serikat telah memotong bantuan dan membatalkan latihan militer bersama Thailand, serta mengatakan tengah mempertimbangkan hubungan militer yang telah terjalin lama dengan negara Asia Tenggara tersebut.
Marinir AS ikut serta latihan militer bersama dengan Thailand tahun 2010 |
Kesaksian seorang buron
Berbicara dengan kantor berita Reuters melalui telpon dari lokasi rahasia, bekas Menteri Pendidikan Chaturon Chaisang mengatakan dirinya telah curiga dengan motif Jenderal Prayuth Chan-ocha memberlakukan darurat militer hari Selasa (20/5) dan memanggil semua pemain kunci dalam krisis untuk bernegosiasi dua hari kemudian.
"Saya merasa ada sesuatu yang tidak benar. Saya mencoba memperingatkan para anggota kabinet, tapi saya tidak berhasil menyampaikannya tepat waktu," tutur Chaturon.
"Itu adalah jebakan. Mereka telah merencanakannya terlebih dahulu, lalu mereka gelar kudeta dan menyuruh anggota Partai Pheu Thai lainnya untuk melapor," tambahnya, merujuk pada partai yang berkuasa dari mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Sejumlah saksi menggambarkan pertemuan hari Kamis di Klub Militer yang menyebutkan pasukan bersenjata menerobos masuk untuk menahan para politisi, aktivis dan bahkan jurnalis begitu Prayuth mendadak pergi. Melalui televisi kemudian dilaporkan bahwa negosiasi telah gagal, sehingga militer mengambil alih kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar