Senin, 10 Maret 2014

Schroder : Kebijakan UE keliru terhadap Ukraina "keliru"


Mantan kanselir Jerman Gerhard Schroder saat menghadiri undangan media Jerman pada Ahad malam (Senin WIB) menyebut bahwa kebijakan Uni Eropa (UE) mengenai Ukraina "keliru", karena menempatkan negara yang secara budaya terpecah itu dalam situasi "dan/atau" dipaksa sepakat bersatu.

 Schroder : Kebijakan UE keliru terhadap Ukraina "keliru"

Schroeder juga menyampaikan dukungan bagi penggantinya, Angela Merkel, dan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier dalam mengupayakan pembicaraan lebih lanjut dengan Rusia.

Ia menyatakan, sanksi akan lebih merugikan Jerman dibandingkan dengan negara lain.

Mantan Kanselir Jerman, yang disebut-sebut memiliki hubungan erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan bahwa dirinya belum membahas konflik di Ukraina dengan sahabatnya itu.


Rusia pada Sabtu (8/3) menyatakan, bersedia melanjutkan dialog dengan Pemerintah Ukraina saat ini, manakala negara Barat sibuk membentuk persekutuan guna menghadapi Rusia dan mengancam akan menjatuhkan sanksi.

Kantor layanan pers Kepresidenan Rusia di Kremlin, Moskow, pada Ahad mengatakan bahwa pemimpin Rusia Putin, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Angela Merkel dari Jerman telah menyampaikan keinginan bersama mereka untuk meredakan ketegangan di Ukraina kendati ada perbedaan pendapat.

"Putin, Cameron dan Merkel melanjutkan pembahasan mengenai situasi sosial-politik yang sangat rumit di Ukraina, serta referendum di Krimea, yang dijadwalkan diadakan pada 16 Maret," demikian Kremlin.

Selain itu, Kremlin mengumumkan, "Semua pihak menyampaikan kepentingan bersama mereka untuk secepat mungkin meredakan ketegangan dan mengembalikan situasi normal."

Berbagai langkah yang dilakukan oleh lembaga sah Krimea dilandasi atas hukum internasional dan bertujuan melindungi kepentingan sah penduduk Krimea, republik otonomi Ukraina yang telah menjadi pusat krisis politik saat ini di negeri itu, kata Putin sebagaimana dikutip kantor pers di Kremlin.

Putin mengatakan, Pemerintah Ukraina saat ini "tak berbuat apa-apa untuk mencegah kemarahan kaum ultra-nasionalis dan radikal yang dilakukan di Kiev serta banyak wilayah lain".

Sementara itu, Kremlin mengakui, ada perbedaan pendapat di kalangan pemimpin tersebut "dalam menilai apa yang berkecamuk" di negara Eropa Timur itu.

"Mereka sepakat untuk melanjutkan kontak kerja intensif mereka, serta kontak antara kepala kebijakan luar negeri ketiga negara tersebut," katanya.

Parlemen Krimea telah melakukan pemungutan suara untuk bergabung dengan Rusia sebagai satu badan federal, dan memutuskan untuk menyelenggarakan referendum pada 16 Maret atau dua pekan lebih awal dari rencana semula mengenai status masa depannya. (Antara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar