Kamis, 22 Agustus 2013

Mesir Berencana Minta Dukungan Persenjataan dari Rusia


AS Hentikan Bantuan, Mesir Ancam Berpaling ke Rusia

Perdana Menteri sementara Mesir, Hazem el-Beblawi, mengatakan negaranya akan tetap bertahan tanpa bantuan keuangan dari Barat. Pernyataan ini ia keluarkan menyusul rencana pemerintah Amerika Serikat dan organisasi Uni Eropa yang berniat memutus bantuan keuangan untuk Mesir.

Presiden Mesir Adly Mansour (kanan) dan Perdana Menteri Mesir Hazem el-Beblawi (kiri)

Stasiun berita Al Jazeera, Rabu 21 Agustus 2013, melansir pernyataan el-Beblawi ketika dia diwawancarai ABC News kemarin. Menurut el-Beblawi, apabila AS betul-betul menghentikan bantuan militer dan keuangan kepada Mesir, maka itu menjadi sebuah pertanda buruk. “Itu juga akan mempengaruhi bidang militer Mesir untuk sementara waktu,” kata dia.


Untuk diketahui, AS sejak tahun 1987 rutin memberikan bantuan keuangan bagi Mesir senilai US$1,3 miliar atau Rp13,8 triliun. Namun sejak peristiwa pembubaran paksa oleh tentara pemerintah yang menewaskan 850 orang pada pekan lalu, pemerintah AS mulai meninjau kembali bantuan itu. Mereka akhirnya menunda pengiriman empat pesawat tempur F-16 dan membatalkan latihan militer bersama.

Beblawi mengatakan, Mesir akan mencari jalan untuk maju tanpa bantuan AS. Bila perlu Mesir dapat berpaling kepada Rusia untuk meminta dukungan persenjataan. “Jangan lupa, Mesir pernah bekerja sama dengan militer Rusia untuk memperoleh dukungan, dan terbukti kami bertahan. Jadi tidak ada kata akhir kehidupan hanya karena masalah ini,” kata Beblawi dikutip Al-Arabiya.

Sementara itu, pemerintah Arab Saudi dan negara Jazirah Arab lainnya telah menyatakan kesediaan membantu Mesir dalam hal keuangan.

Terkait gejolak di negerinya, pemerintah Mesir terus menahan beberapa figur Islam yang terkait dengan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM). Kkantor berita pemerintah Mesir, MENA, melaporkan militer telah menahan dua figur Islam, yakni penceramah Safwat Hegazy dan juru bicara sayap politik IM Mourad Ali.

Hegazy ditangkap di perbatasan Libya, sedangkan Ali ditahan di Bandara Kairo ketika akan terbang ke Italia. Hegazy diburu pemerintah karena dituduh menghasut sehingga memicu aksi kekerasan.  (VIvaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar