Senin, 29 Juli 2013

Puluhan Demonstran Mesir Tewas ditembak Sniper


Kementerian Dalam Negeri Mesir menyatakan akan terus membubarkan aksi demonstran para pendukung mantan Presiden Muhammed Mursi. Hal itu, merujuk kepada tuntutan hukum yang diajukan penduduk di sekitar Masjid Rabaa al-Adawia, yang berkeberatan dengan pendudukan area di sekitar kediaman mereka oleh para pengunjuk rasa. 


Dikutip dari Al Jazeera, Minggu 28 Juli 2013, hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri, Mohamed Ibrahim, dalam jumpa wartawan pada Sabtu kemarin, waktu setempat.

Dia mengatakan pemerintah akan terus mengerahkan polisi. "Kami berharap, para pengunjuk rasa dapat berpikir jernih dan mereka segera mengakhiri unjuk rasa ini demi mencegah pertumpahan darah," ujar Ibrahim.

Sementara itu, jumlah korban jiwa hingga hari Sabtu malam, menurut juru bicara Kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) Ahmad Aref, mencapai seratusan orang. Itu, termasuk 61 orang yang dalam keadaan mati otak karena hidupnya bergantung pada alat bantu pernapasan.


Selain itu, juga terdapat lebih dari 4.000 pengunjuk rasa yang kini masih dirawat di RS, akibat efek gas air mata dan tembakan peluru tajam. Tak pelak, banyaknya korban jiwa yang jatuh, membuat IM melayangkan tuduhan kepada pemerintah.

"Mereka tidak menembak untuk melukai, tetapi mereka sengaja menembak untuk membunuh kami. Lubang peluru ditemukan di kepala dan dada korban tewas," ujar juru bicara IM lainnya, Gehad El-Haddad kepada kantor berita Reuters.

Hal itu diperkuat dengan data dari petugas medis yang menangani korban luka. Mereka mengatakan bahwa sedikitnya sebanyak 70 persen korban luka disebabkan peluru tajam.

"Mereka sebagian besar terbunuh oleh luka tembakan, khususnya yang ditembakkan oleh penembak jitu di bagian kepala," ungkap dr. Hesham Ibrahim yang memeriksa korban tewas di kamar mayat.

Sementara itu, data resmi Kementerian Kesehatan Mesir mencatat jumlah korban tewas akibat bentrokan yang berlangsung sejak Jumat kemarin hanya 65 orang. Namun, kemudian informasi itu dianulir oleh Kepala Layanan Ambulan, Mohammed Sultanm, yang mengatakan jumlah korban tewas mencapai 72 orang.

Merasa dituduh memicu terjadinya konflik berdarah tersebut, pemerintah membantah keras. Ibrahim balik menuduh tindak kekerasan dipicu terlebih dahulu oleh massa pendukung Mursi.

Menurut dia, demonstran mulai memuntahkan timah panas ke arah petugas keamanan dan melukai 14 petugas polisi, termasuk dua orang yang saat ini masih berada kritis setelah tertembak di bagian kepala. Ibrahim juga menyatakan tentara keamanan hanya menggunakan gas air mata untuk menghadapi massa.

Sementara itu, dua figur utama pendukung militer Mesir ikut mengutuk pembunuhan yang terjadi pada Sabtu kemarin. Imam besar Masjid Al-Azhar bahkan menyerukan untuk dilakukan investigasi. Keprihatinan juga diungkapkan dunia internasional.

Dua figur itu di antaranya disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, dan Juru Bicara Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton.

Kerry mengatakan dalam situasi seperti ini pemerintah Mesir memiliki kewajiban moral dan kebijakan hukum untuk menghormati hak dan kebebasan berekspresi. Sedangkan Ashton menyatakan keprihatinan yang mendalam atas pertumpahan darah yang terjadi pada Sabtu kemarin dan mendorong agar semua pihak menahan diri dari tindak kekerasan.

Menurut laporan BBC, peristiwa kerusuhan hari Sabtu kemarin dipicu oleh aksi pendukung Mursi yang membuat barikade di sekitar area mereka berunjuk rasa. (VivaNews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar