Selasa, 09 Juli 2013

Jelang Ramadan Konflik Mesir Kembali Memanas


Jelang bulan suci Ramadan, sejatinya muslim sejagat menyambut suka cita. Merindu ampunan Tuhan setelah setahun lebih khilaf dalam perbuatan dilarang agama, besok hingga 30 hari ke depan rahmat Tuhan meruah bagi mereka yang khusyuk meminta lewat ibadah.

Jelang Ramadan Konflik Mesir Kembali Memanas

Ramadan ibarat minggu tenang saat ujian. Konsentrasi dan berlomba menumpuk pahala dilakoni seperti membaca Alquran, salat sunah, berpuasa, dan sebagainya. Ini pun membutuhkan energi tersendiri serta niat sebab Tuhan.

Namun Ramadan seolah tak mampir di Mesir. Bukannya mendingin, situasi politik di sana peduli setan dengan bulan suci. Pelbagai pihak merasa perlu mempertahankan kebenaran versinya bahkan tak ingat besok sudah harus menahan hawa nafsu, termasuk naluri membunuh dan bertikai.


Kedigdayaan angkatan bersenjata Mesir menunjukkan taringnya namun bukan untuk melawan musuh melainkan menembaki rakyatnya. Sekitar 55 orang pendukung Presiden Muhammad Mursi tewas dan ratusan lainnya terluka. Stasiun televisi Al Arabiya melansir (8/7) ini dia momentum perlawanan Ikhwanul Muslimin setelah kepemimpinan mereka baru setahun dipinggirkan seenaknya oleh kudeta militer halus.

Paling tidak masuk akal dan menjadi pertanyaan besar, mengapa terjadi penangkapan besar-besaran di tubuh Ikhwanul Muslimin oleh militer bahkan tanpa tudingan dasar. Sebab itulah kelompok ini melawan dan mereka menyerukan pada pendukungnya untuk bersiap mati demi keyakinan.

Dalam situasi seperti ini klaim apa pun menjadi halal bagi militer, oposisi, hingga Ikhwanul Muslimin. Militer mencap pendukung Mursi sebagai teroris dan dengan enteng melontarkan tembakan saat beberapa orang tengah salat subuh. Oposisi mengatakan Mursi memang harus lengser namun militer tak seharusnya bertindak kasar, sementara pro-Ikhwanul Muslimin banyak disusupi provokator mencari keuntungan lewat konflik. Anda tentu ingat saat seorang pro-Mursi melempar pemuda pendukung oposisi bernama Hamada Badar? Salah satunya membawa bendera kelompok teroris internasional Al Qaidah.

Cap teroris cepat melekat pada pendukung Mursi menyebabkan militer Mesir halal mengarahkan moncong senapan, kendaraan lapis baja, dan gas air mata ke mereka. Terlepas salah atau benar Mursi namun tak sepantasnya sipil mendapat kekejaman seperti ini. Bahkan seluruh kejadian disaksikan secara langsung pelbagai media internasional.

Di sela pembantaian sipil oleh militer Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama dengan enteng mengatakan apa yang terjadi di Mesir kesalahan dari Ikhwanul Muslimin menyerukan jihad dan mempertahankan kepemimpinan Mursi, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya (9/7). Kata tidak seharusnya keluar dari penguasa Negara Adidaya memperlihatkan dangkalnya pengambilan kesimpulan. Salah seorang pejabat Ikhwanul Muslimin mengatakan pendapat itu tidak melihat dari runutan masalah sebenarnya terjadi di Negeri Sungai Nil itu.

Terlepas salah atau tidak, militer tidak dibentuk untuk membantai rakyat. Apapun alasannya. (Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar