Kamis, 17 September 2015

Utusan PBB: Sistem Korut Kombinasi Nazi, Gulag, dan Apartheid

Korea Utara menyimpan segudang misteri di balik kepemimpinan Dinasti Kim. Hingga kini, tak ada yang benar-benar mengetahui bagaimana kehidupan Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Jong Un.

Menurut pelapor khusus PBB untuk HAM di Korea Utara, Marzuki Darusman, sistem pemerintahan di negara ini sangat berbeda dengan negara lain.


Sistem Korut Kombinasi Nazi, Gulag, dan Apartheid

"Sistem di Korut tidak ada taranya. Sistem di sana sebenarnya kombinasi antara kamp konsentrasi Jerman pada zaman Nazi, Gulag di Soviet, dan Apartheid di Afrika Selatan," ujar Marzuki sesaat sebelum menghadiri pembukaan Pekan HAM Korea Utara di Jakarta, Selasa (15/9). Pekan HAM Korea Utara ini diselenggarakan di galeri Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta, pada 15-19 September.

Menurut Marzuki, Dinasti Kim melakukan banyak kejahatan terhadap hak asasi manusia warganya, termasuk hak berkumpul dan berbicara, diskriminasi perempuan, anak, dan agama.


"Dengan demikian, Korut sudah melanggar HAM berat sehingga layak diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Korut secara total mengingkari HAM dengan mengutamakan keluarga Kim yang mendirikan Korut hingga kini sudah generasi ketiga di bawah Kim Jong Un," tutur Marzuki.

Di Korut, pemerintah membungkam aspirasi yang berbeda dengan ideologi Kim. Penjara seumur hidup hingga hukuman mati adalah ganjaran yang menanti para warga dengan aspirasi berbeda.

"Bukan hanya perbedaan ideologi saja yang bisa dihukum. Bahkan, jika ada orang yang tidak hormat atau tidak sengaja menjatuhkan foto keluarga Kim itu akan dipenjara," kata Marzuki.

Warga yang menyuarakan aspirasi berbeda ini, menurut Marzuki, dianggap sebagai musuh negara dan dikelompokkan sebagai masyarakat tak dapat dipercaya. Warga yang berani bersuara akan dijebloskan ke penjara politik bersama tiga generasi keluarganya.

"Ini juga yang menjadi sorotan pokok, yaitu Korut mengoperasikan 4-5 kamp penjara politik yang menampung 180-200 ribu orang yang mereka sebut sebagai musuh negara," ucap Marzuki.

Menurut Marzuki, pemerintah Korut pun tak mumpuni dalam menyusun kebijakan hingga terjadi kelaparan besar-besaran dari era 1990-an dan dampaknya masih dirasakan hingga sekarang.

"Karena kesalahan kebijakan, setengah juta warga tewas akibat kelaparan pada tahun 1990-an. Korut sebenarnya sudah mati jika tidak ada bantuan negara lain. Sampai sekarang juga begitu," katanya.

Namun, Korut kerap melancarkan propaganda kehidupan bahagia di dalam negaranya. Dalam salah satu propaganda, anak-anak terlihat tertawa ceria di taman-taman.

"Itu rekayasa. Mereka bisa membuat itu. Kalau mereka memang membantah semua tuduhan, buka Korut untuk negara luar agar kami bisa buktikan bahwa kamp-kamp itu ada atau tidak. Keberadaannya sudah bisa terekam di satelit dan semua data sudah ada di PBB," papar Marzuki.

Rekaman satelit itu, kata Marzuki, juga diperkuat dengan keterangan dari ribuan warga Korut yang berhasil melarikan diri. "Kami himpun keterangan ribuan warga yang menuturkan kesengsaraan mereka selama di Korut," katanya.

Marzuki lantas mengatakan bahwa masalah ini seharusnya menjadi perhatian global. Pasalnya, Korut disinyalir sudah menculik enam warga asing untuk dijadikan mata-mata.

"Selama 30 tahun belakangan Korut melakukan praktik penculikan warga asing untuk dilatih sebagai mata-mata. Ada enam orang yang terdiri dari warga Thailand, Malaysia, dan Singapura sekarang sedang diselidiki PBB. Itu sangat aneh," kata Marzuki.

Jika warga asing saja bisa diperlakukan semena-mena, kata Marzuki, penderitaan masyarakat Korut bisa berlipat ganda. Namun, Marzuki merasa kesulitan utama dari terbongkarnya praktik ini adalah doktrin dari Keluarga Kim.

"Mereka bisa menciptakan sistem sehingga masyarakat sangat patuh kepada keluarga Kim, padahal jika Korut melanggar prinsip dan piagam PBB, bukan mustahil para pemimpin yang bertanggung jawab terhadap HAM itu dituntut," tutur Marzuki.

Jika sudah dituntut dan dinyatakan bersalah, papar Marzuki, pemimpin Korut akan sulit bergerak.

"Akan ada nama-nama siapa pelakunya dan itu menjadi perburuan dunia. Mereka akan sulit ke luar negeri, semua aset di luar akan dibekukan, setiap kali mereka bergerak akan selalu diikuti, dan setiap negara sebagai anggota PBB berkewajiban untuk menangkap, jadi akan sulit sekali dan sanksi itu lebih efektif kalau ada putusan tetap dari PBB," kata Marzuki.  (CNN Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...