Rabu, 11 Maret 2015

Pakistan akan Berlakukan Lagi Eksekusi Mati

Pemerintah Pakistan kembali memberlakukan eksekusi mati setelah sempat terhenti selama tujuh tahun lalu. Berdasarkan data dari kelompok pembela hak asasi manusia, total saat ini terdapat lebih dari 8.000 terpidana mati yang menanti eksekusi mati.

Pakistan akan Berlakukan Lagi Eksekusi Mati

Stasiun berita BBC, 10 Maret 2015, melansir sekitar 1.000 terpidana di antaranya telah mengajukan banding dan grasi dan ditolak oleh Presiden. Menurut laporan koresponden BBC di Islamabad, M Ilyas Khan, masih belum diketahui dengan jelas penyebab moratorium itu dicabut.

Langkah ini, bertentangan dengan keputusan pemerintah yang menyebut hanya akan mengeksekusi mati terpidana kasus terorisme.

"Ini eksekusi mati berlaku untuk semua terpidana, terlepas dari jenis tindak kejahatannya," ujar seorang juru bicara pemerintah kepada kantor berita Reuters.


Perintah itu dikeluarkan pada Jumat pekan lalu dan diminta untuk tidak dipublikasikan.

"Kementerian Dalam Negeri telah mengarahkan kepada pejabat di tiap provinsi untuk mempercepat eksekusi terhadap terpidana mati yang grasinya telah ditolah oleh Presiden," imbuh seorang pejabat senior di Kemdagri dan dikutip laman Russia Today.

Pakistan sebelumnya kembali memberlakukan hukuman mati karena adanya serangan dari kelompok militan Taliban yang menewaskan 134 anak-anak dan 19 orang dewasa di sebuah akademi militer. Saat itu, Pakistan menghukum mati dengan cara digantung 24 terpidana.

Menurut mereka yang mendukung hukuman mati, hanya itu satu-satunya cara untuk menghentikan tindakan militan di negara tersebut.

Sementara, kelompok pembela HAM berdalih tidak mempercaya sistem hukum di Pakistan yang terkenal tidak bisa dipercaya. Menurut organisasi Proyek Keadilan Pakistan, yang melakukan penelitian dengan Fakultas Hukum Universitas Yale, Amerika Serikat, mencatat hampir 2.000 kasus penyiksaan terhadi di Distrik Faisalabad, bagian timur Pakistan.

Berdasarkan laporan itu, polisi kerap dituding menyiksa tersangka atau membuat bukti palsu agar dia bisa dieksekusi. Organisasi itu menyebut seorang pria yang divonis hukuman mati ketika masih berusia 14 tahun satu dekade lalu.

"Kami telah berulang kali melihat ada ketidakadilan dalam sistem peradilan di Pakistan, di mana polisi memiliki budaya menyiksa, pengadilan yang tidak sesuai dan bantuan konsuler yang tak mumpuni," ungkap Direktur Eksekutif Proyek Keadilan Pakistan, Sarah Belal.

Belal menyebut, kendati mengetahui fakta itu, pemerintah malah tidak bertanggung jawab dengan memberlakukan hukuman mati.

Sementara, untuk kasus tindak terorisme merupakan tantangan untuk diadili. Sebab, kaum ekstrimis kerap mengintimidasi saksi atau pengacara agar membatalkan tuduhan hukum.  (Vivanews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...